OLEH : PROF. EDI PRASETYO UTOMO dan NYOMAN SUMAWIJAYA
PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI-LIPI
Jumlah pulau kecil yang sudah bernama di Indonesia, paling sedikit ada 13.466. Dari jumlah tersebut yang letaknya terluar ada 92 (www.ppk-kp3k.kkp.go.id). Ada kurang lebih 6.000 pulau kecil berpenduduk. Diantaranya berpenduduk padat. Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai nelayan tradisional. Sebagian wilayah kepulauan Indonesia dilaui jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) / Indonesia Sea Lane, dimana banyak pulau kecil dijalur tersebut. Kondisi demikian memicu perkembangan kegiatan ekonomi diwilayah ini baik disektor wisata baharí dan perikanan. Khusus di Indonesia Timur, kawasan ini secara alami merupakan jalur Indonesia Trough Flow/Arlindo (Arus lintas Indonesia) dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia, yang membuat wilayah ini sangat dipengaruhi oleh parameter alam seperti angin, cuaca, iklim dll.
Keterbatasan sumberdaya alam untuk mendukung aktivitas mereka dipulau kecil sangat bisa dirasakan, seperti keterbatasan sumberdaya airtanah. Penduduk memerlukan biaya besar untuk memperoleh air bersih (fresh-water) dengan pergi berlayar kepulau lain Disini disamping biaya untuk berlayar, juga memerlukan waktu panjang untuk sekedar memperoleh air bersih dalam volume hanya beberapa liter.
Pulau kecil rentan terhadap iklim yang berubah-ubah misalnya perubahan musim hujan dan kemarau. Taifu juga merupakan hal yang mudah menimbulkan kerentanan dipulau kecil, terutama sumberdaya airtanahnya.
Masalah lain yang bersifat sosial kemasyarakatan adalah tingkat pendidikan penduduk dalam melakukan konservasi dan preservasi sumberdaya alam masih sangat kurang dan mengakibatkan kerentanan pada sumberdaya airtanahnya.
Tingkat keterbatasan ketersediaan airtanah / airbersih di pulau kecil sebagaimana tersebut diatas memerlukan rekayasa airtanah (groundwater engineering) dengan membuat dan sekaligus memperbesar kapasitas lensa akuifer (aquifer lenses of groundwater) sebagai penjebak airtanah bersih (fresh water) untuk dikonsumsi penduduk setempat. Air bersih pada akuifer lensa di pulau kecil merupakan sumberdaya airtanah yang rentan dipengaruhi oleh kondisi alam sekitar, sehingga memerlukan suatu kajian, pengembangan dan pengelolaan yang tepat untuk bisa menjadi sumber air yang berkelanjutan dan aman. Pengelolaan sumberdaya airtanah dipulau kecil untuk memperoleh keseimbangan antara pengambilan airtanah yang diijinkan dan teknologi pengambilan airtanah yang benar serta teknologi pengimbuhan air kedalam akuifer adalah hal lain yang penting untuk dikaji.
Pengamatan perubahan DHL (daya hantar listrik) pada sejumlah sumur yang dibuat antara sebelum dan sesudah hujan di Pulau Kapoposan, Propinsi Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa DHL sesudah hujan lebih kecil dari pada sebelum hujan terutama pada bagian atas air sumur (Utomo, E.P., dan Saifudin, 1996). Kondisi tersebut telah menginspirasi pembuatan paritan SIMBAT. Paritan ini dibuat sebagai penjebak air hujan. Dimensinya disesuaikan pada ketersediaan lahan Pantauan tentang kualitas airtanah menunjukkan bahwa semakin sering hujan, nilai DHL akan semakin kecil pada paritan SIMBAT tersebut. Dengan kata lain telah terjadi jebakan airbersih (freshwater) atau telah terbentuk lensa akuifer pada konstruksi paritan dimana air bersih terjebak didalamnya, walaupun dalam jumlah terbatas. Lapisan air bersih hanya ada di bagian atas air payau. Selanjutnya kedua penulis tersebut mengusulkan suatu konstruksi paritan SIMBAT (infiltrasi) dengan dimensi lebih besar. Pada gambar 2.17 adalah skematik hubungan posisi antara air tawar pada akuifer lensa dan air asin dan paritan SIMBAT.
Dengan kondisi nilai DHL semakin kecil, membuktikan bahwa air asin semakin turun kebawah karena tekanan isian air hujan (recharge) sehingga zona air tawar semakin luas dibawah permukaan tanah. Pada pulau atol, komposisi batuan terdiri dari batugamping dengan permeabilitas tinggi didekat permukaan (Fakland A.,1991).
Desain paritan SIMBAT yang diterapkan untuk penjebak air tawar dari air hujan dapat dilihat pada gambar 2.18. Terdiri dari pipa PVC dengan dimensi disesuaikan dengan ketersediaan lahan. Konstruksi pipa berpori diletakkan horisontal dan sedikit dibawah permukaan airtanah yang ada. Dengan pengambilan airtanah yang terkendali melalui pipa sebagaimana dalam desain ini, maka penurunan muka airtanah dan proses upconing (bentuk kerucut intrusi air asin dari bagian bawah) akan terminimisasi. Sebagai acuan air bersih (freshwater) adalah standar WHO 1971, yaitu nilai DHL < 2500 µmhos/cm atau ion klorida < 600 mg/l. Pemonitoran kualitas airtanah untuk bisa diminum atau sebaliknya berdasarkan besaran nilai DHL atau kandungan ion klorida tersebut.
Reference
Utomo,E.P. and Saifudin, 2002, Water Resources Enhancement on the small island of Kapoposang, Indonesia. Proceedings of the 4th International Symposium on Artificial Recharge of Groundwater, ISAR-4, Adelaide, South Australia, September 22-26 2002. Theme: Management of Aquifer Recharge for Sustainability, pp.499-502. Published by A.A. Balkema publisher. ISBN 90 5809 527 4